Selasa, 10 Agustus 2010

Marilah Berpikir Sederhana

Kalau Memang Mudah, Mengapa Dipersulit?

1. Kasus kotak sabun kosong terjadi di sebuah perusahaan kosmetik. Seorang pelanggan mengeluh bahwa ia telah membeli sabun yang ternyata kemasannya kosong, tidak berisi sabun. Para manajer perusahaan memperkirakan bahwa kesalahannya terletak di bagian pengepakan yang bertugas memindahkan semua kotak sabun yang telah dipak ke bagian pengiriman. Tim manajemen meminta para teknisi untuk memecahkan masalah tersebut. Para teknisi segera bekerja keras untuk menempatkan mesin pemindai sinar X dengan monitor resolusi tinggi yang dioperasikan oleh 2 orang untuk melihat semua kotak sabun dan memastikan bahwa kotak tersebut tidak kosong. Tidak diragukan lagi, mereka bekerja keras dan cepat, dan dengan biaya yang tidak sedikit.

Pada saat yang sama, ada seorang karyawan di sebuah perusahaan kecil dihadapkan pada permasalahan yang sama. Ia tidak berpikir tentang hal-hal yang rumit. Ia muncul dengan solusi yang berbeda. Ia membeli sebuah kipas angin listrik yang memiliki tenaga cukup besar dan mengarahkannya ke barisan kotak-kotak hasil pengepakan. Kipas angin tersebut lalu meniup kotak sabun dan mengeluarkan kotak kosong dari jalur pengepakan.

2. Pada saat NASA mengirimkan astronot ke luar angkasa pada kali pertama, ternyata pulpen yang dibawa astronot ke luar angkasa tidak berfungsi di gravitasi nol karena tinta pulpen tersebut tidak bisa mengalir ke mata pena. Untuk memecahkan masalah tersebut, NASA menghabiskan waktu satu dekade dan 12 juta dolar Amerika. Mereka mengembangkan sebuah pulpen yang dapat berfungsi pada keadaan-keadaan: dalam gravitasi nol, terbalik, di dalam air, di berbagai permukaan termasuk kristal, dan dalam temperatur tertentu.

Tahukah Anda apa yang dilakukan oleh orang Rusia untuk menghadapi masalah yang sama? Mereka menggunakan pensil…!!!

3. Suatu hari, seorang pemilik apartemen menerima komplain dari pelanggannya karena mereka merasa waktu tunggu mereka di pintu lift menjadi lebih lama seiring dengan bertambahnya penghuni di apartemen itu. Sang pemilik apartemen mengundang sejumlah ahli untuk memecahkan masalah tersebut. Seorang ahli menyarankan agar menambah sejumlah lift. Ahli yang kedua meminta untuk mengganti lift dengan yang lebih cepat dengan asumsi bahwa semakin cepat lift, orang yang terlayani akan banyak. Kedua saran tersebut tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Tahukah Anda, apa yang disarakan oleh ahli yang ketiga? Ia hanya menyarankan satu hal bahwa inti dari komplain pelanggan adalah mereka merasa menunggu terlalu lama. Ia hanya menyarankan kepada sang pemilik apartemen untuk memasang cermin di depan lift agar perhatian para pelanggan teralihkan dari kegiatan "menunggu" menjadi merasa "tidak menunggu” lift.

Selasa, 20 Juli 2010

Belajar dari Seekor Lalat dan Seekor Semut

Seekor lalat terbang memasuki sebuah rumah. Si lalat langsung menuju sebuah meja makan yang dipenuhi makanan lezat. Setelah kenyang, si lalat bergegas keluar dan terbang menuju jendela kaca, namun ternyata jendela kaca itu tertutup rapat. Si lalat pun terbang di sekitar kaca, sesekali ia menerjang kaca itu. Dengan tak kenal menyerah, si lalat mencoba keluar melalui jendela kaca itu. Demikian terus-menerus dan berulang-ulang. Hari makin petang, si lalat itu tampak kelelahan.

Esok paginya, lalat itu terkulai lemas terkapar di lantai. Tak jauh dari tempat itu, serombongan semut merah berjalan beriringan keluar dari sarangnya untuk mencari makan. Ketika menjumpai lalat yang tak berdaya itu, serentak mereka mengerumuni dan beramai-ramai menggigiti tubuh lalat itu hingga mati. Kawanan semut itu pun beramai-ramai mengangkut bangkai lalat yang malang itu menuju sarang mereka.
Dalam perjalanan, seekor semut kecil bertanya kepada rekannya yang lebih tua, "Ada apa dengan lalat ini, Pak? Mengapa dia sekarat?"

"Oh…, itu sering terjadi. Ada saja lalat yang mati sia-sia seperti ini. Sebenarnya mereka ini telah berusaha. Dia telah berjuang keras berusaha keluar dari pintu itu. Ketika tak juga menemukan jalan keluar, dia frustasi dan kelelahan hingga akhirnya jatuh sekarat dan menjadi menu makan malam kita,” jawab sang semut tua.

Semut kecil itu manggut-manggut, namun masih penasaran dan bertanya lagi, "Aku masih tidak mengerti. Bukannya lalat itu sudah berusaha keras? Mengapa tidak berhasil?"

Masih sambil berjalan dan memanggul bangkai lalat, semut tua itu menjawab, "Lalat itu tak kenal menyerah dan telah berusaha berulang-ulang. Hanya saja dia melakukannya dengan cara-cara yang sama."

Semut tua itu memerintahkan rekan-rekannya berhenti sejenak seraya melanjutkan perkataannya, namun kali ini dengan mimik dan nada lebih serius, "Ingat anak muda! Jika kamu melakukan sesuatu dengan cara yang sama, tetapi mengharapkan hasil yang berbeda, nasib kamu akan seperti lalat ini."

"Para pemenang tidak melakukan hal-hal yang berbeda. Mereka hanya melakukannya dengan cara yang berbeda."
Mengatasi Rasa Malas

Pernahkah Anda merasa malas untuk melakukan suatu aktivitas? Pernahkan Anda merasa melas untuk memulai suatu usaha? Pasti Anda akan menjawab “pernah”.

Rasa malas menggambarkan hilangnya motivasi seseorang untuk melakukan aktivitas atau pekerjaan. Yang dia inginkan hanyalah bermalas-malasan atau tidur tanpa suatu aktivitas berarti. Rasa malas jenis yang satu ini relatif lebih bisa ditanggulangi. Bagaimana cara mengatasinya? Berikut kiat-kiatnya.

1. Membuat Tujuan
Orang yang malas biasanya tidak memiliki motivasi untuk berkembang ke arah kehidupan yang lebih baik, sedangkan orang yang tidak memiliki motivasi biasanya tidak memiliki tujuan-tujuan hidup yang pantas dan layak untuk diraih. Orang yang tidak memiliki tujuan-tujuan hidup biasanya sangat jarang, bahkan mungkin tidak pernah menuliskan resolusi atau komitmen-komitmen pencapaian hidup.

Di sinilah pangkal persoalannya. Tanpa tujuan, resolusi, atau komitmen-komitmen pencapaian hidup, seseorang hanya bergerak secara naluriah dan sangat rentan diombang-ambingkan situasi di sekelilingnya. Posisi seperti ini membuatnya menjadi pasif, menunggu, tergantung pada situasi dan cenderung menyerah pada nasib. Dalam keadaan seperti ini, tidak akan ada motivasi untuk meraih atau mencapai sesuatu. Tidak adanya sumber-sumber motivasi hidup menyebabkan kemalasan.

Supaya motivasi muncul, seseorang harus berani memutuskan tujuan-tujuan hidupnya. Menurut Andrias Harefa dalam bukunya, Agenda Refleksi dan Tindakan untuk Hidup yang Lebih Baik (GPU, 2004), dia harus membuat komitmen atas apa saja yang ingin diselesaikan, dicapai, dimiliki, dilakukan, dan dinikmati (disingkat secamilanik). Contoh komitmen: “pada ulang tahun yang ke… saya sudah harus menyelesaikan buku yang saya tulis, meraih promosi pekerjaan, mencapai gelar S-3, memiliki rumah dan mobil, melakukan sejumlah kunjungan ke mancanegara, dan menikmati kebahagiaan bersama keluarga”.

2. Mengasah Kemampuan
Orang yang memiliki tujuan-tujuan hidup yang pasti, membuat resolusi dan komitmen-komitmen pencapaian, biasanya memiliki motivasi tinggi. Tujuan yang samar-samar jelas tidak memberikan dampak motivasional yang signifikan. Akan lebih baik lagi jika tujuan-tujuan itu dilengkapi dengan aktivitas-aktivitas pembelajaran, seperti mencari cara-cara yang efisien dan efektif untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Kita juga perlu sekali mengasah kemampuan atau keterampilan-keterampilan supaya langkah-langkah yang diambil itu akan membawa kita pada pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.

Contoh: jika pada tahun yang sudah ditargetkan kita ingin menjadi konsultan, sejak sekarang aktivitas-aktivitas kita sudah harus difokuskan ke arah tujuan tersebut. Kita harus terus mengasah kemampuan mendiagnosis masalah, menemukan penyebab, menganalisis, mengomunikasikan gagasan, menawarkan solusi, dan memperbaiki kemampuan presentasi.

Jika aktivitas-aktivitas pembelajaran itu dilakukan secara konsisten dan dengan komitmen sepenuhnya, kita telah berada di jalur yang benar. Aktivitas-aktivitas pembelajaran akan menempatkan kita pada posisi dan lingkungan yang dinamis. Kemampuan kita dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah juga akan meningkat. Dengan sendirinya, ini akan semakin memperkuat rasa percaya diri kita, menebalkan komitmen pencapaian tujuan, dan tentu saja menumbuhkan semangat.

Sebaliknya, jika kita sama sekali menolak aktivitas-aktivitas pembelajaran, komitmen akan semakin melemah, semangat turun, dan kemalasan akan datang dengan cepat. Pada titik ini, tujuan-tujuan, resolusi, atau komitmen yang sudah kita buat sudah tidak memiliki arti lagi. Sayang sekali.

3. Pergaulan Dinamis
Para pemenang berkumpul dengan sesama pemenang, sedangkan para pecundang cenderung berkumpul dengan sesama pecundang. Ungkapan tersebut mengandung kebenaran. Sulit sekali bagi seorang pemalas untuk hidup di lingkungan para pemenang. Sulit bagi seorang malas untuk berada secara nyaman di tengah-tengah orang yang sangat optimis, sibuk, giat bekerja, dan bersemangat mengejar prestasi. Demikian sebaliknya. Sulit sekali bagi para high achiever untuk betah berlama-lama dengan para pemalas dan pesimistis.

Situasi atau lingkungan di mana kita berada sungguh ada pengaruhnya. Orang yang mulai dihinggapi rasa malas sangat dianjurkan untuk menjauhi mereka yang juga mulai diserang kebosanan, putus asa, rasa enggan, apalagi perasangka buruk. Sepintas, berkeluh kesah kepada orang-orang seperti itu dapat melegakan hati. Ada semacam rasa pelepasan dari belenggu psikologis. Meskipun demikian, dalam situasi malas sedang menyerang, mendekati orang-orang yang sedang down sama sekali tidak menolong satu sama lain. Rasa malas dan kebuntuan justru bisa tambah menjadi-jadi. Ini bisa menjerumuskan masing-masing pihak pada pesimisme, keputusasaan, dan kemalasan total.

Jika rasa malas mulai menyerbu kita, jangan berlama-lama duduk berdiam diri. Cara paling ampuh menghilangkan kemalasan adalah bangkit berdiri dan menghampiri orang-orang yang sedang tekun dan bersemangat melakukan sesuatu. Dekati mereka yang sedang bekerja keras untuk meraih impian-impiannya. Manusia-manusia optimis, self-motivated, memiliki ambisi, berprasangka baik, dan memiliki tujuan hidup pasti, umumnya memancarkan aura positif kepada apa pun dan siapa pun di sekelilingnya. Pancaran optimisme dan semangat itulah yang dapat menginspirasi orang lain, bahkan menularkan semangat yang sama sehingga orang lain jadi ikut tergerak.

4. Disiplin Diri
Ada sebuah ungkapan yang sangat dalam maknanya dari Andrie Wongso, Motivator No.1 Indonesia, “Jika kita lunak di dalam, dunia luar akan keras kepada kita. Tapi jika kita keras di dalam, dunia luar akan lunak kepada kita.” Kata-kata mutiara yang luar biasa ini menegaskan bahwa jika kita mau bersikap keras kepada diri sendiri, dalam arti menempa rasa disiplin dalam berbagai hal, banyak hal akan dapat kita kerjakan dengan baik. Sikap keras pada diri sendiri atau disiplin itulah yang umumnya membawa kesuksesan bagi karier para olahragawan dan pekerja profesional yang memang menuntut sikap disiplin dalam banyak hal. Bayangkan, bagaimana seorang atlet bisa menjadi juara jika dia tidak disiplin berlatih? Bagaimana mungkin ada pekerja profesional yang bagus kariernya jika dia sering mangkir atau bolos kerja?

Sebaliknya, jika kita terlalu lunak atau memanjakan diri sendiri, memelihara kemalasan, menoleransi kinerja buruk, tidak merasa bersalah jika lalai atau gagal dalam tugas, dunia luar akan sangat tidak bersahabat. Olahragawan yang manja pasti tidak akan pernah menjadi juara, seorang sales yang malas tidak akan pernah besar penjualannya, seorang konsultan yang menoleransi kinerja buruk pasti ditinggalkan kliennya, dan pekerja yang tidak disiplin pasti mudah jadi sasaran PHK. Jika kita lunak pada diri sendiri, dunia akan keras pada kita.

5. Buatlah Agenda (Rencana Kehidupan)
Ketika Anda bingung tentang apa yang harus Anda lakukan, rasa malas ini akan muncul. Karena itu, buatlah rencana untuk hari esok agar Anda tidak terjebak kemalasan.

Sekalipun seseorang memiliki cita-cita atau impian yang besar, jika kemalasannya mudah muncul, cita-cita atau impian besar itu akan tetap tinggal di alam impian. Jadi, kalau Anda ingin sukses, jangan mempermudah munculnya rasa malas.

Sumber: di sini

Rabu, 28 April 2010

Jangan Biarkan Kesuksesan Membuat Anda Sombong

Seorang wanita yang mengenakan gaun pudar menggandeng suaminya yang berpakaian sederhana dan usang, turun dari kereta api di Boston dan berjalan dengan malu-malu menuju kantor Pimpinan Harvard University.

Mereka meminta janji. Sang sekretaris universitas langsung mendapat kesan bahwa mereka adalah orang kampung udik sehingga tidak mungkin ada urusan di Harvard dan bahkan mungkin tidak pantas berada di Cambridge.

“Kami ingin bertemu Pimpinan Harvard,” kata sang pria lembut.


“Beliau hari ini sibuk,” sahut sang sekretaris cepat.

“Kami akan menunggu,” jawab sang wanita.

Selama empat jam sekretaris itu mengabaikan mereka, dengan harapan bahwa pasangan tersebut akhirnya akan patah semangat dan pergi. Tetapi ternyata tidak. Mereka tidak beranjak. Sang sekretaris mulai frustrasi dan akhirnya memutuskan untuk melaporkan hal itu kepada sang pemimpinnya. “Mungkin jika Anda menemui mereka selama beberapa menit, mereka akan pergi,” katanya pada sang Pimpinan Harvard.

Sang pimpinan menghela napas dengan geram dan mengangguk. Orang sepenting dia pasti tidak punya waktu untuk mereka. Ketika dia melihat dua orang yang mengenakan baju pudar dan pakaian usang di luar kantornya, rasa tidak senangnya sudah muncul. Dengan wajah galak, Sang Pemimpin Harvard menuju pasangan tersebut.

Sang wanita berkata padanya, “Kami memiliki seorang putra yang kuliah tahun pertama di Harvard. Dia sangat menyukai Harvard dan bahagia di sini. Tetapi setahun yang lalu, dia meninggal karena kecelakaan. Kami ingin mendirikan peringatan untuknya di suatu tempat di kampus ini. Bolehkah?” tanyanya, dengan mata yang menjeritkan harap.

Sang Pemimpin Harvard tidak tersentuh. Wajahnya bahkan memerah.

Dia tampak terkejut. “Nyonya,” katanya dengan kasar, “Kita tidak bisa mendirikan tugu untuk setiap orang yang masuk Harvard dan meninggal. Kalau kita lakukan itu, tempat ini sudah akan seperti kuburan.”

“Oh, bukan,” sang wanita menjelaskan dengan cepat, “Kami tidak ingin mendirikan tugu peringatan. Kami ingin memberikan sebuah gedung untuk Harvard.”

Sang Pemimpin Harvard memutar matanya. Dia menatap sekilas pada baju pudar dan pakaian usang yang mereka kenakan dan berteriak, “Sebuah gedung! Apakah kalian tahu berapa harga sebuah gedung! Kami memiliki lebih dari 7,5 juta dolar hanya untuk bangunan fisik Harvard.”

Untuk beberapa saat sang wanita terdiam. Sang Pemimpin Harvard senang. Mungkin dia bisa terbebas dari mereka sekarang.

Sang wanita menoleh pada suaminya dan berkata pelan, “Kalau hanya sebesar itu biaya untuk memulai sebuah universitas, mengapa tidak kita buat sendiri saja?”

Suaminya mengangguk. Wajah sang Pemimpin Harvard menampakkan kebingungan.

Mr. dan Mrs. Leland Stanford bangkit dan berjalan pergi, melakukan perjalanan ke Palo Alto, California. Di sana, mereka mendirikan sebuah universitas yang menyandang nama mereka, sebuah peringatan untuk seorang anak yang tidak lagi dipedulikan oleh Harvard. Universitas tersebut adalah Stanford University, salah satu universitas favorit kelas atas di AS.

Apabila telah tertanam dalam hati kita setitik saja kesombongan, itu akan membuat kita merasa lebih tinggi dan lebih baik dari orang lain. Kita juga bisa lupa bahwa ada orang-orang lain di balik kesuksesan kita. Kesombongan juga akan akan membuat kita menjadi angkuh. Keangkuhan akan menjadikan kita membuat penilaian under estimate kepada orang lain, bahkan bisa lebih buruk dari itu.

Doa Siapa yang Terkabul

Sebuah kapal karam di tengah laut karena terjangan badai dan ombak hebat. Hanya dua orang lelaki yang bisa menyelamatkan diri dan berenang ke sebuah pulau kecil yang gersang.

Dua orang yang selamat itu tak tahu apa yang harus dilakukan, namun mereka berdua yakin bahwa tidak ada yang dapat dilakukan kecuali berdoa kepada Tuhan. Untuk mengetahui doa siapakah yang paling dikabulkan, mereka sepakat untuk membagi pulau kecil itu menjadi dua wilayah. Mereka lalu tinggal sendiri-sendiri berseberangan di sisi-sisi pulau tersebut.

Doa pertama mereka panjatkan. Mereka memohon agar diturunkan makanan. Esok harinya, lelaki pertama melihat sebuah pohon dipenuhi buah-buahan yang tumbuh di sisi tempat tinggalnya, sedangkan di daerah tempat tinggal lelaki yang lainnya tetap kosong.

Seminggu kemudian, lelaki yang pertama merasa kesepian dan memutuskan untuk berdoa agar diberikan seorang istri. Keesokan harinya, ada kapal yang karam dan satu-satunya penumpang yang selamat adalah seorang wanita yang berenang dan terdampar di sisi tempat lelaki pertama itu tinggal, sedangkan di sisi tempat tinggal lelaki kedua tetap saja tidak ada apa-apanya.

Segera saja, lelaki pertama ini berdoa memohon rumah, pakaian, dan makanan. Keesokan harinya, seperti keajaiban saja, semua yang diminta hadir untuknya, sedangkan lelaki yang kedua tetap saja tidak mendapatkan apa-apa.

Akhirnya, lelaki pertama ini berdoa meminta kapal agar ia dan istrinya dapat meninggalkan pulau itu. Pagi harinya, mereka menemukan sebuah kapal tertambat di sisi pantainya. Segera saja lelaki pertama dan istrinya naik ke atas kapal dan siap-siap untuk berlayar meninggalkan pulau itu. Ia pun memutuskan untuk meninggalkan lelaki kedua yang tinggal di sisi lain pulau itu.
Begitu kapal siap berangkat, lelaki pertama ini mendengar suara dari langit yang sangat menggema, “Hai, mengapa engkau meninggalkan rekanmu yang ada di sisi lain pulau ini?”

“Karena hanya doa akulah yang dikabulkan,” jawab lelaki pertama ini. “Doa lelaki temanku itu tak satu pun dikabulkan. Karenanya, ia tak pantas mendapatkan apa-apa.”

“Kau salah!” suara itu membentak membahana. “Tahukah kau bahwa rekanmu itu setiap hari ikut berdoa dan setiap doanya selalu dikabulkan.”

“Katakan padaku,” tanya lelaki pertama itu, “doa apa yang telah dia panjatkan?”

“Ia berdoa agar semua doamu dikabulkan!”

Pesan moral dari cerita ini adalah sebagai berikut.

Terkadang kita berpikir bahwa hasil yang telah kita dapatkan adalah akibat dari doa kita yang telah dikabulkan. Kita terkadang tidak sadar bahwa doa kita terkabul karena doa orang lain yang juga ikut mendoakan kita; mungkin doa dari keluarga kita, kerabat, bahkan orang lain di sekitar kita. Jangan pernah ada kesombongan dalam hati karena apa yang telah kita miliki bisa jadi akibat dari doa orang lain juga.

Merenungi Kisah Penebang Kayu

Alkisah, seorang pedagang kayu menerima tawaran seseorang untuk menebang pohon di hutannya. Karena gaji yang dijanjikan dan kondisi kerja yang bakal diterima sangat baik, si calon penebang pohon itu pun bertekad untuk bekerja sebaik mungkin.

Saat mulai bekerja, si majikan memberikan sebuah kapak dan menunjukkan area kerja yang harus diselesaikan dengan target waktu yang telah ditentukan kepada si penebang pohon.

Hari pertama bekerja, dia berhasil merobohkan 8 batang pohon. Sore hari, mendengar hasil kerja si penebang, sang majikan terkesan dan memberikan pujian dengan tulus, “Hasil kerjamu sungguh luar biasa! Saya sangat kagum terhadap kemampuanmu menebang pohon-pohon itu. Belum pernah ada orang sepertimu sebelum ini. Teruskanlah bekerja seperti itu.”

Sangat termotivasi oleh pujian majikannya, keesokan harinya, si penebang bekerja lebih keras lagi. Meskipun telah berusaha sekuat tenaga, dia hanya berhasil merobohkan 7 batang pohon. Hari ketiga, dia bekerja lebih keras lagi, tetapi hasilnya tetap tidak memuaskan, bahkan mengecewakan. Semakin bertambahnya hari, semakin sedikit pohon yang berhasil dirobohkan. “Sepertinya aku telah kehilangan kemampuan dan kekuatanku. Bagaimana aku dapat mempertanggungjawabkan hasil kerjaku kepada majikan?” pikir penebang pohon merasa malu dan putus asa. Dengan kepala tertunduk, dia menghadap sang majikan, meminta maaf atas hasil kerja yang kurang memadai dan mengeluh, tidak mengerti apa yang telah terjadi.

Sang majikan menyimak dan bertanya kepadanya, “Kapan terakhir kamu mengasah kapak?”

“Mengasah kapak? Saya tidak punya waktu untuk itu. Saya sangat sibuk setiap hari menebang pohon dari pagi hingga sore dengan sekuat tenaga,” kata si penebang.

“Nah, di sinilah masalahnya. Ingat, hari pertama kamu bekerja? Dengan kapak baru dan terasah, kamu bisa menebang pohon dengan hasil luar biasa. Hari-hari berikutnya, dengan tenaga yang sama, menggunakan kapak yang sama, tetapi tidak diasah, kamu tahu sendiri, hasilnya semakin menurun. Sesibuk apa pun, kamu harus meluangkan waktu untuk mengasah kapakmu agar setiap hari bekerja dengan tenaga yang sama dan hasil yang maksimal. Sekarang, mulailah mengasah kapakmu dan segera kembali bekerja!” perintah sang majikan.

Sambil mengangguk-anggukan kepala dan mengucap terima kasih, si penebang berlalu dari hadapan majikannya untuk mulai mengasah kapak.

Berikut ini adalah makna dari cerita tersebut.

Sama seperti si penebang pohon, kita pun setiap hari, dari pagi hingga malam hari, seolah terjebak dalam rutinitas terpola. Sibuk, sibuk, dan sibuk sehingga sering kali melupakan sisi lain yang sama pentingnya, yaitu istirahat sejenak untuk mengasah dan mengisi hal-hal baru untuk menambah pengetahuan, wawasan, dan spiritual. Jika kita mampu mengatur ritme seperti ini, kehidupan kita akan menjadi dinamis dan semakin berwawasan. Istirahat bukan berarti berhenti, melainkan membuat persiapan untuk perjalanan yang lebih jauh lagi.

Pencuri Impian

Ada seorang gadis muda yang sangat suka menari. Kepandaiannya menari sangat menonjol dibandingkan dengan rekan-rekannya sehingga dia sering kali menjadi juara di berbagai perlombaan yang diadakan.

Suatu hari, kotanya dikunjungi oleh seorang pakar tari yang berasal dari luar negeri. Pakar ini sangatlah hebat dan dari tangan dinginnya telah banyak dilahirkan penari-penari kelas dunia. Si gadis muda berhasil menjumpai sang pakar di belakang panggung seusai sebuah pagelaran tari. Si gadis muda bertanya, “Pak, saya ingin sekali menjadi penari kelas dunia. Apakah Anda punya waktu sejenak untuk menilai saya menari? Saya ingin tahu pendapat Anda tentang tarian saya.”

“Oke, menarilah di depan saya selama sepuluh menit,” jawab sang pakar.

Belum sepuluh menit berlalu, sang pakar berdiri dari kursinya lalu berlalu meninggalkan si gadis muda begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Betapa hancur si gadis muda melihat sikap sang pakar. Si gadis langsung berlari keluar. Pulang ke rumah, dia langsung menangis tersedu-sedu. Dia menjadi benci terhadap dirinya sendiri. Ternyata tarian yang selama ini dia bangga-banggakan tidak ada apa-apanya di hadapan sang pakar. Dia kemudian mengambil sepatu tarinya dan dia lemparkan ke dalam gudang. Sejak saat itu, dia bersumpah tidak pernah akan menari lagi.

Puluhan tahun berlalu. Sang gadis muda kini telah menjadi ibu dengan tiga orang anak. Suaminya telah meninggal. Untuk menghidupi keluarganya, dia bekerja menjadi pelayan sebuah toko di sudut jalan.

Suatu hari, ada sebuah pagelaran tari yang diadakan di kota itu. Tampak sang pakar berada di antara para menari muda di belakang panggung. Sang pakar tampak tua dengan rambutnya yang sudah putih. Si ibu muda dengan tiga anaknya juga datang ke pagelaran tari tersebut. Seusai acara, ibu ini membawa ketiga anaknya ke belakang panggung, mencari sang pakar dan memperkenalkan ketiga anaknya kepada sang pakar.

Sang pakar masih mengenali ibu muda ini dan kemudian mereka bercerita dengan akrab. Si ibu bertanya, “Pak, ada satu pertanyaan yang mengganjal di hati saya. Ini tentang penampilan saya sewaktu menari di hadapan Anda bertahun-tahun yang silam. Sebegitu jelekkah penampilan saya saat itu sehingga Anda langsung pergi meninggalkan saya begitu saja, tanpa mengatakan sepatah kata pun?”

“Oh ya, saya ingat peristiwanya. Terus terang, saya belum pernah melihat tarian seindah yang kamu lakukan waktu itu. Saya rasa kamu akan menjadi penari kelas dunia. Saya tidak mengerti mengapa kamu tiba-tiba berhenti dari dunia tari,” jawab sang pakar.


Si ibu muda sangat terkejut mendengar jawaban sang pakar. “Ini tidak adil…!!!” seru si ibu muda. “Sikap Anda telah mematikan semua impian saya. Kalau memang tarian saya bagus, mengapa Anda meninggalkan saya begitu saja ketika saya baru menari beberapa menit. Anda seharusnya memuji saya dan bukan tidak acuh begitu saja. Mestinya saya bisa menjadi penari kelas dunia. Bukan hanya menjadi pelayan toko!”

Si pakar menjawab lagi dengan tenang, “Tidak… Tidak. Saya rasa saya telah berbuat dengan benar. Anda tidak harus minum anggur satu barel untuk membuktikan anggur itu enak. Demikian juga saya. Saya tidak harus menonton Anda sepuluh menit untuk membuktikan tarian Anda bagus. Malam itu, saya juga sangat lelah setelah pertunjukan. Maka, sejenak saya tinggalkan Anda untuk mengambil kartu nama saya dan berharap Anda mau menghubungi saya lagi keesokan hari. Tapi, Anda sudah pergi ketika saya keluar. Dan, satu hal yang perlu Anda camkan bahwa Anda mestinya fokus pada impina Anda, bukan pada ucapan atau tindakan saya.”

“Lalu pujian? Kamu mengharapkan pujian? Ah, waktu itu, kamu sedang bertumbuh. Pujian itu seperti pedang bermata dua. Ada kalanya memotivasimu, bisa pula melemahkanmu. Faktanya saya melihat bahwa sebagian besar pujian yang diberikan pada saat seseorang sedang bertumbuh, hanya akan membuat dirinya puas dan pertumbuhannya berhenti. Saya justru lebih suka tidak mengacuhkanmu agar hal itu bisa melecutmu bertumbuh lebih cepat lagi.”

“Anda lihat, ini sebenarnya hanyalah masalah sepele. Mungkin Anda sakit hati pada waktu itu, tapi sakit hati Anda pada waktu itu akan cepat hilang jika anda tetap konsisten pada impian Anda dan sakit hati karena penyesalan tidak pernah bisa hilang selama-lamanya. Seandainya Anda pada waktu itu tidak menghiraukan apa yang terjadi dan tetap menari dan terus menari, mungkin hari ini Anda sudah menjadi penari kelas dunia.”